Senin, 16 Maret 2015

Strategi Meningkatkan Nilai Jual Konsultan Politik


Strategi Meningkatkan Nilai Jual Konsultan Politik
Mungkin banyak konsultan yang merasa bahwa pelayanan satu pintu akan lebih mempermudah ruang gerak satu organisasi konsultansi. Terutama jika memperimbangkan tatakelola tim pemenangan yang kadang, berhadap-hadapan dengan tim yang dibentuk oleh partai politik sendiri untuk membantu mewujudkan tujuan partai dan Individu. Berbeda jika kita melihat dari sisi tata kelola, pelayanan satu pintu cenderung memberikan otoritas penuh pada konsultan, dimana konsep pengawasan justru dilemahkan. Lalu apa yang terjadi jika pengawasan terlemahkan, yang terjadi adalah pembelokan langkah aksi yang telah disusun secara matang berdasarkan tujuan individu berbanding tujuan pemenangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap langkah aksi yang disusun oleh konsultan politik dan ditawarkan kepada calon kepala daerah mendapat tekanan yang begitu kuat baik dari voter atau dari calon pesaing yang memberikan intervensi langsung pada arena politik. Intervensi tersebut bisa berupa isu yang mempengaruhi kridebilitas politik maupun partai. Dan secara sistematis memberikan dampak gangguan pada visi dan misi pemenangan, ydang diawali oleh pengaruhnya pada visi para konsultan politik. Lalu pertanyaanya bagaimana caranya meminimalisir potensi ganguan tersebut? Ada beberapa solusi yang bisa membantu mengendalikan ketidaktentuan kondisi dan politik yaitu dengan pendekatan manajemen, Dimana dengan membentuk tim konsultan pengawas yang terpisah dari tim Konsultan Pemenangan, ya benar, jika pembaca teringat akan ide kontraktor dan pengawas versi infrastruktur. Penulis ingin sampaikan sedikit fenomena bagaimana pengawas menjadi penting dalam upaya memastikan bahwa tujuan yang disepakati dengan kontraktor politik atau disini lebih tepat disebut dengan konsultan Pemenangan. Ilustrasi ini bisa dimulai dengan pengalaman pembaca membeli sebuah rumah atau merenovasi rumah, adalah sebuah kebiasaan jika kita mengundang tukang atau pekerja untuk melakukannya yang disebut kontraktor, tapi faktanya rumah yang dijanjikan tiga bulan selesai, justru dalam waktu 1 minggu malah mengalami kebocoran, kusen dimakan rayap, keran mampet dan lain-lain. Sebuah kenyataan pahit yang mesti ditelan oleh pemilik rumah sementara komplain yang diajukan biasanya hanya berlaku 90 hari sejak serah terima. Ini terjadi karena dalam implementasinya, pihak kontraktor atau tukang cenderung memiliki keinginan mendapatkan keuntungan maksimal dari kontrak tersebut, dengan memberikan pekerjaan borongan kepada tim yang bukan atas kendalinya. Sehingga pihak pengguna dirugikan dan dieksploitasi. Pada sisi lain, pihak pengguna tidak memiliki kapasitas dalam memberikan pengawasan, bukan saja karena pengetahuan yang terbatas juga disebabkan karena baru pertama kali memiliki rumah atau mencalonkan diri jadi Kepala daerah.
Sumber Foto:  http://www.rumahpemilu.org/     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar